Karena kemarin gue hadir di acara kawinannya teman gue sekolah dulu jadi gue pengeen banget bikin artikel yang berhubungan dengan kawinan. Udah pasti tau dong kawinan atau acara pernikahan adalah suatu acara sakral mempersatukan dua insan yang berbeda jenis kelamin (kalo sama ya bisa gawat). Acara yang begitu dinanti oleh setiap individu baik anak muda maupun orang tua yang udah hampir kadaluarsa. Tamu baris berbaris menjadi kayak kereta api mengucapkan ucapan selamat kepada sang mempelai.
Namun acara tersebut juga bisa menjadi sangat horror dan begitu menegangkan bagi yang sedang dirundung masalah klasik yaitu masih dalam fase jomblo. Takut diberondong pertanyaan kapan kawin dan segala macam yang sejenis. Entah mau bilang apa dan mau nyari alasan bagaimana lagi. Lebih menegangkan daripada ujian skripsi. Dalam hati sungguh berharap moga-moga aja dapat jodoh secepatnya. Langsung bilang Amin biar terkabul seketika.
Apalagi kalo kita hadir di acara kawinannya mantan kita sendiri. Ya, dunia serasa enggak adil. Entah kita dulu putusnya sama dia karena masalah perselisihan, enggak cocok atau apalah itu. Lebih pilu juga kalo putus karena di tikung teman sendiri dan dia yang jadi mempelai prianya pula. Pengen sabotase aja tuh pesta pernikahan. Lemparin pake granat atau minimal bom molotov. Tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Dan ternyata ada salah satu teman kita yang ungkit-ungkit masa lalu lalu ujungnya melakukan pembullyan kepada diri kita yang malang ini. Kalo bisa disuplex aja tuh makhluk rese. Enggak tau dia kalo hati kita terasa gundah Gundala Putera Petir.
Enggak tau juga sih gimana rasanya hadir ke kawinan mantan karena gue sendiri baru punya mantan satu dan doi belum kawin. Gue berdoa sih doi kawin sama gue (gue gagal move on). Tapi menurut yang udah pernah hadir ke acara horror tersebut (kawinannya mantan). Reaksinya sih beda-beda. Ada yang nerima apa adanya walaupun hati terasa di sayat pedang samurai. Ada yang tenang-tenang aja dan yakin bakal bisa memberikan balasan yang setimpal. Juga ada yang extreme yaitu ngamuk-ngamuk di acara tersebut bagaikan The Punisher. Apalagi kalo punya senapan AK 47 pasti bakalan lebih extreme. Kalo gue petasan pun jadi tapi petasannya segede paha biar bunyinya lebih aduhai (plus tenda dan pelaminannya hancur lebur hehe sadis).
Apapun reaksinya minumnya teh botol cap Darso. Pilu dan terasa harapan ini luntur bagaikan tulisan di kertas yang tersiram air. Apalagi ternyata ada teman yang kepo nanya bagaimana perasaan kita sekarang. Mulut ini memang pandai berbohong tapi perasaan tidak bisa bohong. Akhirnya kita hanya bisa bilang semoga langgeng (mantan kita dan suaminya). Walau hati penuh pro dan kontra kayak berita politik di TV. Juga waktu acara foto-foto. Pastinya raut wajah kita dipaksa buat senyum. Wajah dan hati kadang enggak konsisten. Salam-salaman sama mempelai dengan tenaga yang hampir enggak ada alias lemes. Tapi apa mau di kata karena itulah kenyataannya.
Waktu pulang ke rumah, jalan lurus terasa berkelok-kelok kayak sirkuit balap jarang direnovasi. Ujung-ujungnya langsung salto di selokan. Hari cerah terasa mendung dan aroma sate yang dibakar di pinggir jalan tidak menggoda selera kita. Di rumah bisa jadi langsung masuk kamar lalu rebahan sambil mikir kapan kawin dan ketemu jodoh. Juga pastinya mikir jodoh kita bagaimana dan ketemu dimana. Dan hal tersebut hanya yang Maha Kuasa yang tahu. Jadi jangan berkecil hati dan bermuram durja karena jodoh sudah ada yang ngatur.